Pancasila menurut
Muhammad Yamin berasal dari kata panca yang bearti lima dan sila yang berarti
sendi, asa, dasar atau peraturan tingkah laku yang penting dan baik, dengan
demikian Pancasila merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang
tingkah laku yang penting dan baik. Menurut Soekarno Pancasila adalah isi jiwa
bangsa Indonesia yang turun temurun yang sekian abad lamanya terpendam bisu
oleh kebudayaan barat dengan demikian Pancasila tidak saja falsafah negara
tetapi lebih luas lagi yakni falsafah bangsa Indonesia. Pancasila merupakan
hasil renungan jiwa yang dalam, yang kemudian dituangkan dalam suatu sistem
yang tepat. Pancasila tidak hanya dibentuk oleh Soekarno tetapi oleh banyak
orang berdasarkan hasil diskusi yang cukup panjang, lahirnya Pancasila
diibaratkan sebagai seorang ibu yang melahirkan melalui banyak proses. Sesuai
fakta sejarah, Pancasila tidak terlahir dengan seketika pada tahun 1945, tetapi
melewati proses penemuan yang lama, dengan dilandasi oleh perjuangan bangsa
yang berasal dari gagasan dan kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Dalam usaha
merumuskan Pancasila, muncul usul-usulan yang dikemukakan dalam siding Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) antara lain Muhammad
Yamin, Soekarno dan Piagam Jakarta .
Muhammad Yamin, pada
tanggal 29 Mei 1945 berpidato mengemukakan usulannya tentang lima dasar sebagai
berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan,
dan Kesejahteraan Rakyat. Beliau berpendapat bahwa ke-5 sila yang diutarakan
tersebut berasal dari sejarah, agama, peradaban, dan hidup ketatanegaraan yang
tumbuh dan berkembang sejak lama di Indonesia. Setelah berpidato, Muhammad
Yamin menyampaikan usulan secara tertulis mengenai rancangan Undang-Undang
Dasar (UUD) Republik Indonesia. Dalam rancangan UUD itu tercantum pula rumusan
lima asas dasar negara sebagai berikut: keTuhanan Yang Maha Esa, kebangsaan
persatuan Indonesia, rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Soekarno pada tanggal 1
Juni 1945 mengemukakan Pancasila sebagai dasar negara dalam pidato spontannya
yang selanjutnya dikenal dengan judul “Lahirnya Pancasila”. Ir. Soekarno
merumuskan dasar negara: Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau
peri-kemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, keTuhanan yang
berkebudayaan. Kelima hal ini oleh Soekarno diberi nama Pancasila. Lebih lanjut
Soekarno mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menajadi
Trisila, yaitu: Sosio nasionalisme, sosip demokrasi, ketuhanan. Berikutnya tiga
hal ini juga dapat diperas menjadi ekasila yaitu Gotong Royong. Dari banyak
usulan-usulan, Ir. Soekarno berhasil mensintesiskan dasar falsafah dari banyak
gagasan dan pendapat yang disebut Pancasila pada 1 Juni 1945.
Usulan-usulan blue
print Negara Indonesia telah dikemukan anggota-anggota BPUPKI pada sesi pertama
yang berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama 2 Juni - 9 Juli 1945, delapan orang
anggota BPUPKI yang ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung
dan menyelaraskan usul-usul. Anggota BPUPKI yang telah masuk kedalam delapan
orang tersebut adalah: Ir. Soekarno, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Muh. Yamin, M.
Sutardjo Kartohadikusumo, Mr. A.A. Maramis, R. Otto Iskandar Dinata, dan Drs.
Muh. Hatta. Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan
dengan anggota BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut memutuskan membentuk
suatu panitia kecil berbeda yaitu panitia Sembilan yang bertugas untuk
menyelaraskan mengenai hubungan negara dan agama. Adapun anggota dari panitia
Sembilan adalah: Ir. Soekarno, Drs. Muh. Hatta, Mr. A.A Maramis, K.H Wachid
Hasyim, Abdul Kahar Muzakkir, Abikusno Tjokrosujoso, H. Agus Salim, Mr. Ahmad
Subardjo, dan Mr. Muh. Yamin. Dalam menentukan hubungan negara dan agama
anggota BPUPKI terbelah antara golongan islam yang menghendaki bentuk teokrasi
islam dengan golongan kebangsaan yang menghendaki bentuk negara sekuler dimana
negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di bidang agama. persetujuan di
antara dua golongan yang dilakukan oleh panitia Sembilan tercantum dalam sebuah
dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” yang lebih dikenal dengan nama Piagam
Jakarta (Jakarta Charter). Isi dari piagam Jakarta adalah: ke-Tuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya, (menurut) dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, (dan) kerakyatan yang
dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, (serta dengan
mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan dasar negara
kemudian didadar kembali oleh panitia yang dibentuk BPUPKI dan dimasukan ke
piagam Jakarta. Selanjutnya pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila secara sah
menjadi dasar negara yang mengikat. Untuk pengesahan terjadi proses yang cukup
panjang. Sebelum mengesahkan, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa
pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah proklamasi kemerdekaan
ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang menemuinya. Intinya, rakyat
Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea keempat pembukaan hukum
dasar di belakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan
syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus. Jika tidak maka rakyat
Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan diri dari negara Republik
Indonesia yang baru saja diproklamasikan. Usul ini oleh Bung Hatta disampaikan
kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh islam,
antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh Hasaan,
Bung Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh islam, demi persatuan dan kesatuan
bangsa. Oleh karena pendekatan yang terus menerus dan demi persatuan dan
kesatuan mengingat Indonesia baru saja merdeka maka sebelum disahkan, terdapat
bagian yang di ubah “Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat islam
bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Rumusan
butir-butir Pancasila yang pernah digagas, baik yang disampaikan dalam pidato
Soekarn ataupun rumusan panitia Sembilan yang termuat dalam piagam Jakarta
adalah sejarah dalam proses penyusunan dasar negara. Rumusan tersebut semuanya
otentik sampai akhirnya disepakati rumusan sebagaimana terdapat pada alinea
keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan pada tanggal 18
agustus 1945.
Perubahan Piagam
Jakarta merupakan bentuk kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila. Sikap
yang ditampilkan oleh para tokoh pendiri negara pada saat merumuskan Pancasila
diantaranya: menghargai perbedaan pendapat, mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara, menerima hasil keputusan bersama dan mengutamakan persatuan dan
kesatuan. Berdasarkan sejarah, ada tiga rumusan dasar negara yang dinamakan Pancasila,
yaitu rumusan konsep Soekarno yang dibacakan pada pidato tanggal 1 Juni 1945
dalam siding BPUPKI, rumusan oleh Panitia Sembilan dalam Piagam Jakarta tanggal
22 Juni 1945, dan rumusan pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan
oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Dengan demikian, rangkaian dokumen sejarah
yang bermula dari 1 Juni 1945, 22 Juni 1945, hingga teks final 18 Agustus 1945
dapat dimaknai sebagai satu kesatuan dalam proses kelahiran falsafah negara Pancasila.
Hal penting lain yang wajib juga diketahui bahwa Pancasila bukan hanya
pemikiran seorang Ir. Soekarno saja tetapi pemikiran banyak orang, pemikiran
semua para pendiri Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar